Mungkin rada telat posting ini. Tapi apa boleh buat, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Tapi well, ini bicara Tintin, detektif berjambul yang pada masa lalu -bahkan hingga sekarang-- banyak memberi inspirasi pada saya (bahkan pilihan saya untuk terjun di dunia jurnalistik sedikit banyak juga terpengaruh oleh Tintin!).
Kini, penggemar Tintin boleh berlega hati. Karena semua produk komik yang dulu pernah diterbitkan Indira ini muncul dalam kemasan gress. Tentu isinya masih sama, walau di beberapa figur ada perbedaan di nama. Inisiator itu datang dari, ehm, Gramedia.
Ada 24 judul komik Tintin beredar di toko-toko buku. Sebut saja Tintin di Amerika, Cerutu Sang Firaun, dan masih banyak lagi. Beberapa judul, mungkin dulu sempat luput dari perhatian. Saya lupa-lupa ingat, tapi judul macam Tinin di Tanah Sovyet, Tintin di Congo, Tintin dan Alpha Art, seingat saya tak beredar di bursa komik kita.
Dulu, Indira menerbitkan komik Tintin denan bandrol Rp 1.800. Kini, aduh, harganya sudah super bengkak (kayak s Jago Makan) hingga tembus di angka Rp 45 ribu. Beruntung, saat itu saya belanja di TogaMas Petra (Surabaya), sehingga dapat diskon 20 persen. Artinya, saya hanya bayar Rp 36 ribu.
Ukuran komik Tintin yang sekarang jadi lebih handy (baca : kekecilan banget ya?). Dan problem utama yang langsung terasa adalah teks yang ikut mengecil. Anda yang berkacamata, baik minus atau plus, sebaiknya membaca dalam posisi duduk dan pencahayaan yang aman. Jangan tergesa-gesa, apalagi emosional.
Beberapa perubahan bisa ditemui di judul. Seperti Cerutu Sang Faraoh, kini muncul dengan judul Cerutu Sang Firaun. Penculikan Calculus menjadi Penculikan Lakmus. Tentu bukan persoaln besar. Yang agak jadi beban --karena jelas butuh penyesuaian-- ketika kita menemui nama Snowy, anjing putih Tintin yang namanya berganti Milo. Lalu Thomson dan Thompson yng kini jadi Dupont dan Dupond. Profesor Kalkulus jadi Lakmus.
Apa bakal jadi persoalan? Mungkin saja. Karena sekali lagi, saya misalnya, sudah kadung biasa dengan nama-nama karakter di komik Tintin versi Indira. Padahal, katanya, nama-nama di komik versi Gramedia Pustaka Utama ini malah asli buatan Herge.
Apapun, Tintin kini telah kembali. Anak saya yang berusia 4,5 tahun, mulai sering membuka-buka koleksi saya. Sering nampak geli melihat Milo, meski mungkin, ia tak tahu bahwa komik inilah yang dulu memberi inspirasi luar biasa pada bapaknya. Info lengkap Tintin, klik di www.tintin.com.
Kini, penggemar Tintin boleh berlega hati. Karena semua produk komik yang dulu pernah diterbitkan Indira ini muncul dalam kemasan gress. Tentu isinya masih sama, walau di beberapa figur ada perbedaan di nama. Inisiator itu datang dari, ehm, Gramedia.
Ada 24 judul komik Tintin beredar di toko-toko buku. Sebut saja Tintin di Amerika, Cerutu Sang Firaun, dan masih banyak lagi. Beberapa judul, mungkin dulu sempat luput dari perhatian. Saya lupa-lupa ingat, tapi judul macam Tinin di Tanah Sovyet, Tintin di Congo, Tintin dan Alpha Art, seingat saya tak beredar di bursa komik kita.
Dulu, Indira menerbitkan komik Tintin denan bandrol Rp 1.800. Kini, aduh, harganya sudah super bengkak (kayak s Jago Makan) hingga tembus di angka Rp 45 ribu. Beruntung, saat itu saya belanja di TogaMas Petra (Surabaya), sehingga dapat diskon 20 persen. Artinya, saya hanya bayar Rp 36 ribu.
Ukuran komik Tintin yang sekarang jadi lebih handy (baca : kekecilan banget ya?). Dan problem utama yang langsung terasa adalah teks yang ikut mengecil. Anda yang berkacamata, baik minus atau plus, sebaiknya membaca dalam posisi duduk dan pencahayaan yang aman. Jangan tergesa-gesa, apalagi emosional.
Beberapa perubahan bisa ditemui di judul. Seperti Cerutu Sang Faraoh, kini muncul dengan judul Cerutu Sang Firaun. Penculikan Calculus menjadi Penculikan Lakmus. Tentu bukan persoaln besar. Yang agak jadi beban --karena jelas butuh penyesuaian-- ketika kita menemui nama Snowy, anjing putih Tintin yang namanya berganti Milo. Lalu Thomson dan Thompson yng kini jadi Dupont dan Dupond. Profesor Kalkulus jadi Lakmus.
Apa bakal jadi persoalan? Mungkin saja. Karena sekali lagi, saya misalnya, sudah kadung biasa dengan nama-nama karakter di komik Tintin versi Indira. Padahal, katanya, nama-nama di komik versi Gramedia Pustaka Utama ini malah asli buatan Herge.
Apapun, Tintin kini telah kembali. Anak saya yang berusia 4,5 tahun, mulai sering membuka-buka koleksi saya. Sering nampak geli melihat Milo, meski mungkin, ia tak tahu bahwa komik inilah yang dulu memberi inspirasi luar biasa pada bapaknya. Info lengkap Tintin, klik di www.tintin.com.
6 komentar:
Buat yang iseng mencari fan art Tintin, bisa di google Tintin et Alpha art (atau semacamnya) dan Tintin in Thailand.
wuah..udah lama banget nggak baca Tintin, boleh juga nih buat nostalgia
saya juga penggemar tintin nih mas. tinitn versi indira diterjemahkan dari tintin terbitan inggris. sementara tintin versi gramedia diterjemahkan dari tintin terbitan perancis atau belgia ya...kira2 seperti itulah makanya kita jad membiasakan diri lagi dengan nama-nama baru
Hi, thanks infonya. Baru tau kalau yg jadi sebab beda nama itu memang source-nya yg beda... Tapi ada yg tau gak ya, kala Herge punya pakai nama apa? Milo apa Snowy? Hehehehee... Jangan2 udah terpengaruh sama Nestle....
jamu psikologi,kunjungi: www.setansatan.blogspot.com
jamu memang pahit
Dulu suka tintin, tapi lama-lama agak bosen, ndak ada dagelannya....
Post a Comment