Nang Pare ketemu wong ayu,Ono sing mlaku, ono sing numpak jaran,Jare wektu wis pinter mlayu,Dadi ojo mangkel nek ditinggal jaman.
Sudah lama Yanus tidak mengikuti seminar tahunan yang digelar Asosiasi Pengusaha Barang Bekas Independen. Padahal delapan tahun lalu, ia jadi tokoh yang disegani gara-gara kiprahnya. Ketika penguasa gencar menyuarakan monoloyalitas, Yanus malah berkoar perlunya sebuah organisasi independen.
"Karena kita berurusan dengan barang bekas. Dan itu butuh sense dan taste yang beda," kata Yanus, dikutip kantor berita Perantara.Kini, ketika ia berdiri di depan Gedung Serba Guna Semolowaru Permai, beberapa kilometer dari Taman Hiburan Rakyat, ia merasa gamang. Pertama, mengapa Gedung Serba Guna Semolowaru Permai ada di sini? Bukankah Semolowaru ada di sisi timur Terminal Bratang?
"Memang, Pak. Tapi ini tren baru dunia properti. Darmo Trade Center aja di Wonokromo," kata Humas Gedung Serba Guna. "Lagipula, ini masih bagus, lho. Kita memakai nama yang mambu Surabaya. Seperti bapak tahu, di sini banyak nama keminggris. Nggak nasionalis"
"Contonya apa?"
"Itu, gedung Potatoes Head Center, Pamela Anderson Club, atau…"
"Iya, iya. Saya paham. Ya sudah. Acara dimulai jam berapa?"
"Lima menit lagi. Mohon registrasi dulu, pak"
Eret-eret, Yanus mulai mengisi form. Eret-eret, ia tandantangan.
"Ada lagi?"
"Iya, pak. Ada credit card? Buat deposit?"
"Waduh. Kok kayak mau nginep di hotel?"
"Ini tren baru dunia perseminaran, pak. By the way, ini kolom cita-cita juga belum diisi"
Yanus geleng-geleng kepala. Heran, lama tidak ikut seminar, banyak aturan main yang berubah. Ah, semoga semua ini bertujuan untuk mempermudah. Bukan mempersulit.
Di ruang gedung, peserta seminar masih asyik menikmati kopi. Lumayan, tadi belum sarapan. Jadi bisa ngemil dulu. Setelah mengumpulkan beberapa roti di piring kecil, Yanus memilih tempat ke pojok. Sebagai tokoh dunia usaha barang bekas, lebih baik minggir. Nanti tidak menikmati makanan. Pasti banyak yang menghampiri, tanya ini-itu, ngajak diskusi macam-macam. "Bisa-bisa ndak sempat makan," gumam Yanus.
Tapi apa yang ada di pikiran Yanus sungguh berbeda dengan kenyataan. Di sisi lain ruangan cofee break, beberapa pengusaha berpenampilan perlente menatap tak suka. "Itu siapa sih? Dasinya jelek. Sepatunya butut. Tak ada tampang pengusaha" kata pengusaha satu.
"Itu pasti bukan pengusahanya. Itu barang bekasnya"
Merasa terus dilihat, Yanus tersenyum. Dalam hatinya, "Pasti penggemar"
Setengah jam kemudian, seminar dimulai. Sebagai keynote speaker, ada Prof. Dr. Michael Sinchan, konsultan bisnis dari Jakarta, doktor Havard University yang disertasinya mengangkat tema Memasyarakatkan Barang Bekas dan Membarang Bekaskan Masyarakat. Kabarnya, topik ini sempat membuat salah satu presiden di Eropa tersentak. Lalu membuat order khusus agar saat perang, tentaranya wajib mengumpulkan selongsong peluru guna dijual di pasar global.
"Saya pernah mendengar kabar, pola bisnis pengusaha barang bekas kita masih mbulet di wilayah sampah. Padahal dalam dunia bisnis, itu disebut jorokius atau kemprohius activity. Dan bicara peluang, ini pola dangkal yang berkesan pasif. Jika ingin mencapai kecepatan dalam meraih source yang berkwalitas, mengapa tidak langsung belanja di plaza, membuang isinya, lalu mengambil bungkusnya? Atau memborong barang elektronik sebanyak mungkin, menimbun, lalu menjual sebagai barangbekas?" papar Prof. Dr. Michael.
Yanus dan beberapa pengusaha yang lain bengong. Tapi sebagian besar malah manggut-manggut tanda setuju. "Kita tidak perlu berpikir tentang sterilisasi, memilah sampah, apalagi berpikir tentang standar harga. Larena apa yang kita miliki jelas barang berkualitas. Tak ada kotoran. Bersih, siap dipakai," tambah Prof. Dr. Michael, makin bersemangat, apalagi peserta seminar langsung bertepuk tangan.
Lima belas menit berlalu. Seminar break. Ada makanan steak dari hotel. Dilanjut dengan seminar. Lima belas menit kemudian, break dan ada makanan soto Madura. Seminar lima belas menit, break, seminar, break, sampai jam empat sore.
"Seminar sementara kita akhiri. Karena banyak peserta yang butuh istirahat karena kekenyangan. Tapi dari ulasan Prof. Dr. Michael, kita melihat ada peluang besar yang layak dicoba. Oke, selamat sore, kita bertemu lagi dalam seminar Asosiasi Pengusaha Barang Bekas Independen bulan depan," kata MC yang dari awal sampai akhir selalu pringas-pringis. Nggilani.
Yanus ikut berdiri, meninggalkan arena seminar dengan segudang tanda tanya. Dari awal sampai akhir, ia jadi peserta paling serius. Beda dengan peserta lain, yang terus mencari isu, habis ini makanannya apa. Malah ada yang tidur, baca komik, main play station, nge-game dengan handphone, bahkan ada yang main voli dan basket. Sementara Yanus, terus mendengar setiap kata dan penjelasan dari nara sumber. Membuat catatan, menganalisa, bertanya, dan terus mencoba memahami. Tapi sungguh, ia merasa gagal.
"Ah, jaman sudah berubah bener. Tren dunia bisnis barang bekas sudah berbeda dibanding dulu," katanya. Seminggu kemudian, ia membaca koran dan melihat judul besar di halaman satu ; Ratusan Pengusaha Barang Bekas Bangkrut. - hd laksono
ARCHIVES
Waktu Bergerak, Semua Bergerak
Wednesday, July 19, 2006
Diposting oleh jagung manis di 11:56 AM
Label: KONTEMPLASI
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 komentar:
Halo Mas Hendro!
Hai Ikram. Thanks mau mampir. Cuman malu juga, krn, aku gak seproduktif kamu. Hahaha.
Post a Comment